Palangka Raya, Majalahkalteng.co.id – Puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Hutan (AMPEHU) Kalimantan Tengah menggelar audiensi dengan Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalimantan Tengah, Senin (27/10/2025).
Sebelumnya, massa sempat merencanakan aksi unjuk rasa di depan kantor Dishut. Namun, mereka memutuskan menyampaikan aspirasi melalui pertemuan resmi.
Audiensi yang berlangsung di Aula Dishut Kalteng, Kota Palangka Raya, tersebut membahas berbagai persoalan lingkungan, mulai dari pengelolaan hutan hingga penegakan hukum terhadap perusakan alam.
Ketua Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Kalteng, Affan Safrian, menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi hutan di daerah yang dinilai semakin kritis.
“Ini bentuk cinta kami terhadap alam. Kami ingin hutan Kalimantan Tengah tetap lestari agar generasi mendatang masih bisa menikmati udara segar dan kehidupan yang seimbang,” ujarnya.
Affan menuturkan, AMPEHU menyampaikan delapan poin tuntutan kepada Dishut.
Beberapa di antaranya menuntut transparansi data pengelolaan kehutanan, penegakan hukum terhadap perusahaan perusak hutan dan pembakar lahan, serta pemberhentian Kepala Dishut jika dianggap gagal menjalankan tugas secara transparan.
Mereka juga meminta penghentian kriminalisasi terhadap masyarakat adat dan aktivis lingkungan, reformasi data kehutanan, serta rehabilitasi ekologis yang melibatkan masyarakat lokal.
AMPEHU memberi tenggat waktu 7×24 jam kepada Dishut untuk menindaklanjuti tuntutan tersebut.
“Kalau tidak ada progres, kami akan kembali datang dan menyuarakan hal ini,” tegas Affan.
Dalam kesempatan itu, AMPEHU dan Dishut sepakat untuk melakukan peninjauan lapangan bersama aparat penegak hukum di sejumlah titik yang diduga mengalami kerusakan hutan.
Kepala Dishut Kalteng, Agustan Saining, mengapresiasi langkah mahasiswa yang dinilai konstruktif dan berorientasi pada pelestarian lingkungan.
“Kami menyambut baik semangat mereka. Ini bukti kepedulian terhadap masa depan hutan Kalteng. Semua aspirasi akan kami tindak lanjuti semaksimal mungkin,” ujar Agustan.
Menurut Agustan, data tabulasi Dishut menunjukkan tingkat kerusakan hutan di Kalimantan Tengah lima tahun terakhir cenderung menurun. Meski demikian, ia mengakui masih ada tantangan besar di lapangan, khususnya terkait aktivitas tambang ilegal.
“Wilayah kita mencapai 15,3 juta hektare, sementara jumlah Polisi Kehutanan hanya 42 orang. Idealnya diperlukan sekitar 3.000 personel. Namun setiap laporan akan kami tanggapi dengan serius,” tambahnya.
Audiensi tersebut diakhiri dengan komitmen bersama untuk memperkuat koordinasi lintas sektor dalam menjaga kelestarian hutan Kalimantan Tengah, yang menjadi salah satu paru-paru utama Pulau Kalimantan.
